Tuesday, July 14, 2015

Monty on the Shore

"To be happy, we must not be too concerned with others." tulis Albert Camus dalam The Fall.

Bagaimana sebuah film bisa disebut sebuah film yang menyenangkan kalau ada karakter yang mati di film itu?  Dalam film The Mummy, ada adegan Beni si pencuri yang terkurung dalam ruangan gelap gulita dan dimakan kumbang pemakan daging. Bagaimana rasanya digigit kumbang pemakan daging? Seberapa sakit rasanya digigit oleh ribuan kumbang pemakan daging? Apakah rasa sakit itu ia rasakan lama sekali sebelum ia akhirnya kehilangan nyawanya? Apa Beni sudah ikhlas untuk kehilangan nyawanya? Apakah Beni masih ingin hidup? Saat The Mummy berakhir, saya yang masih kecil menangisi kematian Beni yang begitu tragis.

Sejak kecil, rasa sedih selalu muncul dalam diri saya ketika ada seorang karakter yang mati di dalam sebuah film. Dalam Die Hard misalnya, saat karakter Hans Gruber jatuh dari gedung karena ditembak John McClane. Saya merasa tidak puas dengan kemenangan John McClane, atau merasa bahagia ketika Die Hard berakhir dengan happy ending. Melihat Hans Gruber mati dan tidak mendapat kesempatan kedua untuk menjadi orang yang baik menjadi beban pikiran saya berhari-hari setelah filmnya selesai. Apalagi agama mengajarkan saya kalau orang jahat pasti masuk neraka, saya pun berpikir kalau Hans Grubber masuk neraka, bagaimana ya rasanya? Dibakar oleh api selama-lamanya dan tidak mendapatkan kesempatan kedua untuk menjadi orang yang lebih baik. Kemalangan fiksi yang menimpa orang-orang fiksi saja membuat saya berempati dengan mereka, apalagi dengan mereka yang tidak fiksi.

"Terlalu berempati dengan orang lain itu tidak baik untukmu nak." ucap ibu saya saat saya sedang bercerita tentang kemalangan orang lain. Tiap kali seorang teman bercerita tentang beban hidupnya, meskipun saya tidak akan pernah bisa memahami beban orang itu secara sepenuhnya, setidaknya saya bisa merasakan sebagian beban yang orang itu rasakan. Ketika si pencerita bercerita tentang beban yang ia alami kepada si pendengar, maka si pencerita secara tidak langsung membagi beban yang ia pikul ke si pendengar. Si pendengar bisa saja memilih untuk tidak peduli dengan beban si pencerita (eg. hidup gw aja udah susah jing, ngapain gw mikirin elo?), tapi apakah ketidakpedulian terhadap masalah orang lain adalah sebuah sikap yang bijak?

Menjadi pendengar yang baik tidak menghasilkan sesuatu yang selalu baik. Menjadi pendengar yang baik juga akan memberikan beban yang akan membuat hati kita terbebani, yang artinya akan merugikan diri kita sendiri. Saya tidak bisa menyangkal kalau saya menghargai mereka yang menaruh kepercayaan mereka ke saya dengan mempercayakan sebagian dari kisah hidup mereka ke saya, tapi saya juga tidak bisa menyangkal kalau saya juga terbebani karena terus memfasilitasi berbagai macam perasaan yang membuat saya mau tidak mau merasakan sebagian dari keseluruhan beban mereka, tanpa bisa berbuat apa-apa kecuali mendengar, mendengar, dan mendengar.

Suatu ketika seorang teman menyadarkan saya kalau saya juga memiliki beban saya sendiri. Beban yang tidak mau saya ceritakan ke orang lain karena saya sendiri takut membuat orang lain memfasilitasi perasaan saya yang akan membuat beban mereka bertambah. Karena terlalu sering memikirkan orang lain, saya sampai lupa memikirkan diri saya sendiri. Di suatu sore di bulan juni 2015,  saya lari dari rumah seperti apa yang Kafka Tamura lakukan dalam Kafka on the Shore

1 hari setelah lari dari rumah, saya sadar kalau uang didompet saya tinggal 500 perak, uang dalam rekening cuma tinggal 34.000. Apa yang bisa diambil di ATM kalau pengambilan minimal itu mesti 50.000? Puji syukur kepada Tuhan YME karena ada yang namanya Debit BCA. Permasalahan mulai muncul lagi ketika hampir semua mini market hanya melayani Debit BCA dengan minimal pembelanjaan 50.000. Sekali lagi, puji syukur kepada Tuhan YME, karena ada mini market yang bisa melayani pembelanjaan dibawah 50.000. Uang dalam rekening pun saya habiskan untuk membeli 1 kotak Koko Crunch dan 8 bungkus Energen. 2 hari setelah lari dari rumah saya membantu seorang kenalan menjual dan mengirim burung ke Surabaya lewat pelabuhan. Honor berjualan burung? Cukup untuk makan Sarimi isi 2 rasa Soto Koya selama 2 hari. (carbs without protein FTW)

1 kotak Koko Crunch dan 8 bungkus energen bisa untuk makan selama 2.5 hari, ditambah Sarimi, well, bisa untuk makan 5 hari. Tukul Arwana saja merantau dan bertahan hidup di Jakarta dengan uang 20.000, masa saya tidak mampu bertahan dengan Koko Crunch, Energen, dan Sarimi isi 2 rasa Soto Koya? hhe. Setiap malam sebelum tidur, saya selalu bertanya kepada diri saya sendiri, "saya sebenarnya lari dari apa?", kemudian saya memikirkan kematian. Saya sempat berpikir kematian adalah solusi yang tepat bagi saya karena dengan tidak adanya saya di dunia, saya bisa meringankan beban orang lain. Apalagi Al-Kitab menulis kalau hidup adalah Kristus, dan mati adalah sebuah keuntungan, wah wah wah. Dengan tidak adanya saya di dunia ini, saya bisa meringankan beban orang tua saya yang sudah menghidupi saya, saya bisa meringankan beban peserta dengan tidak menjadi saingan mereka di SBMPTN (in case saya ikut SBMPTN), saya bisa meringankan beban mereka yang ingin masuk sebuah dunia kerja tanpa  mesti bersaing dengan saya, saya bisa mengurangi kemacetan jalan, saya bisa mengurangi jumlah penduduk bumi yang membludak ini dengan kematian saya. Chance saya untuk merugikan dan membebani orang lain pun akan hilang karena saya tidak eksis di dunia ini lagi.

On that night, in that one shining moment, I suddenly realized that death is the kindest thing I ever heard.

Bunuh diri itu dosa dalam agama. Kalaupun seandainya neraka tidak ada, at least tindakan bunuh diri akan mencoreng nama baik keluarga. Maksud dan tujuannya supaya tidak membebani dan merugikan orang lain, eh eh malah ayah dan ibu saya yang dicap tidak bisa mendidik anak. Kemudian saya memikirkan cara bunuh diri tapi dengan tidak bunuh diri. Merokok 100 batang setiap hari supaya mati karena kanker? Aduh lama benar matinya, itu juga asapnya merugikan orang lain, mana rokok mahal lagi aduh. Makan lemak babi tiap hari supaya langsung serangan jantung ots? Iya kalau langsung mati, kalau stroke yang ada malah jadi beban orang lain lagi. Pura-pura menyeberang jalan padahal niatnya ditabrak mobil? Merugikan orang, chance buat menambah korban ada dan supirnya bakal merasa bersalah karena sudah melukai/membunuh orang. Mengurung diri dalam kamar terus mati karena dehidrasi dan kelaparan? Nanti orang-orang malah mencap orang tua saya tidak  becus mengurus anak. Waduh-waduh-waduh-waduh-waduh-waduh, bingung.

Di dalam kamar yang sempit itu, setiap malam setelah selesai membaca buku (laptop sedang rusak, bawa handphone tapi lupa bawa charger, cuma bawa tablet buat dengar lagu ), saya memikirkan cara untuk mati tanpa merugikan atau menyakiti orang lain, tapi caranya tidak ketemu-ketemu juga. Kemudian saya ganti pertanyaannya menjadi: Kalau tidak bisa mati tanpa merugikan orang lain, apakah kita bisa hidup tanpa merugikan orang lain? Saya malah berpikir kalau manusia bisa saja dalam seumur hidupnya tidak melakukan kesalahan, maupun kejahatan. Tapi tanpa disadari, tanpa adanya pengorbanan yang lain, kita tidak akan bisa menjadi seperti sekarang.

Pernah dengar cerita balapan sperma yang inti ceritanya itu motivasi kalau kita adalah pemenang sebelum dilahirkan? Orang yang cerita balapan sperma itu tahu darimana kalau sperma-sperma itu semuanya berkompetisi? Bisa juga kan semua sperma yang dibelakang itu  berkorban dan mendorong sperma yang paling depan supaya sperma yang paling depan bisa jadi bayi? Bagaimana kalau ternyata sperma juga punya perasaan? Bagaimana perasaan mereka kalau mereka yang berkorban hanya diciptakan untuk menjadi cerita di buku IPA kelas IV? Bagaimana kalau binatang dan tumbuhan juga punya perasaan? Bagaimana perasaan seekor babi yang dibesarkan di sebuah peternakan dan ditakdirkan untuk menjadi makanan yang tidak halal? Bagaimana perasaan ayam yang sedih dan iri ketika tidak ada seorang pun yang menangisi kematiannya di tempat pemotongan ayam, tapi banyak yang menangisi kematian seekor kucing atau anjing? Bagaimana perasaan mereka yang kalah dalam kompetisi? Mereka yang kalah bersaing saat seleksi masuk sekolah favorit, mereka yang kalah bersaing saat seleksi masuk PTN favorit, mereka yang kalah bersaing saat melamar pekerjaan, mereka yang kalah bersaing dalam wirausaha. Ketika kita merasa kenyang, ada makhluk hidup lain yang kehilangan nyawanya. Ketika kita bisa membedakan mana makanan yang beracun dan tidak, ada orang-orang di masa lalu yang mengorbankan nyawa dengan memakan berbagai macam makanan agar manusia lain di waktu yang akan datang bisa tahu mana yang beracun dan mana yang tidak. Ketika kita merasa nyaman tinggal di negara yang merdeka, ada orang-orang di masa lalu yang berjuang menghabisi nyawa musuh lalu mengorbankan nyawa mereka sendiri agar kita bisa hidup seperti sekarang. Ketika kita bahagia karena kita berhasil mencapai sesuatu, ada orang-orang yang tidak bahagia karena mereka gagal mencapai sesuatu. Terlalu sering melihat ke atas dan tidak mau melihat ke bawah membuat kita lupa kalau tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa mengorbankan kehidupan atau kebahagian yang lain.

Setelah memikirkan itu semua, saya memuntahkan seluruh isi perut saya di kamar mandi.

Mungkin saya bisa saja terus hidup dan kemungkinan mengorbankan orang lain akan terus ada. Saya mungkin akan terus merebut kehidupan lain dan saya mungkin akan terus merebut kebahagiaan orang lain. Demi mencapai Übermensch diri saya sendiri, akan ada banyak pengorbanan yang lain. Saya tidak bisa mati begitu saja dengan alasan takut membebani atau menyakiti orang lain, karena jika saya mati hanya karena alasan seperti itu, maka saya akan menegasikan berbagai macam pengorbanan-pengorbanan di masa lalu yang membentuk saya yang sekarang. Saya mesti hidup secara penuh dengan terus mencari arti kehidupan walaupun hidup ini mungkin tidak ada artinya. Saya akan terus berusaha mencapai sesuatu walaupun yang dicapai dan didapatkan hanyalah pencapaian temporer belaka. Saya akan terus berusaha menjadi orang baik walaupun saya tidak akan pernah membiarkan orang yang tidak saya kenal tidur di rumah saya. Saya akan terus berusaha memfasilitasi perasaan orang lain dengan terus mendengar dan membantu sebisa mungkin meskipun suatu saat nanti kepala saya akan meledak. Semuanya itu hanya agar pengorbanan-pengorbanan di masa lalu yang membentuk saya yang sekarang ini tidak sia-sia.

"Waduh saya udah ga pulang ke rumah berapa hari ini?"  tanya saya spontan.


PS: Kehidupan pelabuhan itu keras anjir kalo dipikir2. Pas gw lagi nunggu kapal datang buat ngirim burung, gw kenalan sama seorang supir truk dan dia cerita kalau dia pernah terjebak di Surabaya selama 4 bulan karena truk dia rusak. Gilanya, bos dia ga ngasih duit buat servis truk dan duit buat makan. Can you imagine that? 4 BULAN DI SURABAYA GA ADA RUMAH GA ADA DUIT GILA TINGGAL DI PELABUHAN TIDUR DI KOLONG TRUK ANJIR, makan gimana mandi gimana itu ya Tuhan. Terus sebagai seorang supir truk, misalnya kita nabrak orang, bos2 truk itu ada yang nyuruh supir truk yang nabrak itu mesti memastikan kalau orang yang ditabrak itu mati. Soalnya kalau yang ditabrak mati, uang ganti acara penguburan dan uang santunan buat keluarga itu paling banter 20-30 juta. Sementara kalau masih hidup dan cacat atau operasi ini itu, wih bisa ratusan juta keluar. Makanya misalnya terlanjur nabrak, abisin aja langsung nyawa orang yang ditabrak, jangan dibiarin idup katanya supaya bos ga rugi banyak. Gilanya lagi, ada supir truk yang komplen baut di ban truk dia ilang dan mesti beli baru, bosnya bilang jalan aja, ga usah mikirin baut2. Gile kalau itu ban copot terus truknya nabrak orang.......aduh ga bisa mikir gw. Kehidupan supir truk pelabuhan memang keras dan kejam yha.